Sistem Sosial Budaya
Indonesia di Era Globalisasi
Bagaimana
cara melestarikan sistem sosial budaya Indonesia di era globalisasi?
Di era globalisasi seperti
sekarang ini, sudut-sudut dunia seakan-akan sangat dekat di kehidupan kita
sehari-hari. Informasi dari sudut dunia manapun sangat mudah untuk kita
ketahui. Akibatnya tanpa disadari difusi atau persebaran ide-ide, baik berupa
sistem sosial ataupun budaya dari luar masuk ataupun masyarakat luar menyebar
dan mungkin ikut terinternalisasi dalam kehidupan suatu masyarakat regional
tertentu, seperti masyarakat suatu negara. Persebaran ide-ide tersebut, makin intens karena didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan
para penyedia informasi yang berlomba-lomba menginovasi diri sebagai penyedia
jasa pemberi informasi. Pengaruh yang kompleks tersebut, sudah pasti
mempengaruhi kehidupan masyarakat / bangsa suatu negara, tak terkecuali
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Hampir semua negara atau
bangsa yang telah merdeka dan di akui derajat dan keberadaannya (de facto dan de jure ) oleh
negara lain memiliki undang-undang atau konstitusi sebagai wadah dari sistem
sosial budayanya. Indonesia yang merupakan negara merdeka dan diakui dunia juga
memiliki konstitusi yang mengatur sistem sosial budaya Indonesia, tidak hanya
itu di Indonesia di kenal
adanya empat (4)
pilar kebangsaan sebagai pengusung dan wadah sistem sosial budaya Indonesia.
Empat pilar yang dimaksud yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal
Ika.
Akhir-akhir ini, sungguh
sangat disayangkan sebagaimana yang kita rasakan, baca, dengar, dan lihat,
fenomena kebangsaan Indonesia begitu sangat memprihatinkan. Gejala-gejala
negatif dan destruktif menjadi gambaran sehari-hari dari fenomena kebangsaan
kita sekarang. Fenomena atau gejala destruktif ini seakan-akan “telah
membudaya”. Fenomena tersebut hampir (nyaris) melingkupi seluruh tatanan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara serta digawangi oleh hampir (nyaris) seluruh lapisan masyarakat Indonesia, terutama mereka para petinggi yang
seharusnya dapat menjadi figur atau contoh teladan bagi masyarakat Indonesia.
Sebenarnya pertanyaan yang
perlu kita ajukan yaitu, benarkah globalisasi menggerus sistem sosial budaya
Indonesia? Ataukah kita sendiri yang secara sukarela “melepaskan begitu saja”
sistem sosial budaya Indonesia? Atau apakah kita sebagai generasi muda
Indonesia tidak mampu menginterpretasikan gagasan para pendiri bangsa (empat
pilar kebangsaan) Indonesia tersebut dalam era globalisasi? Atau memang
generasi sekarang acuh tak acuh sehingga untuk hal kecil saja dalam upaya
pelestarian sistem sosial budaya Indonesia harus menunggu dan diarahkan oleh
generasi tua “terdahulu? Ataukah ini merupakan fenomena sosial sebagai dampak
dari ketidaksuksesan pendidikan dan dampak dari frustrasi ekonomi, sosial dan
politik masyarakat Indonesia?
Tentu dalam pemecahan
masalah tersebut haruslah kita lihat dari berbagai sudut pandang secara
komprehensif. Masalah tersebut mengacu pada karakter bangsa. Pilar-pilar bangsa
menjadi fungsi kebudayaan yang mengikat kebangsaan secara keseluruhan. Runtuhnya
pilar-pilar disebabkan penetrasi budaya terutama arus globalisasi yang begitu
hebat dan lebih pragmatis sehingga bisa menimbulkan konflik.
Sebenarnya pemecahan
masalah tersebut tidak hanya berkenaan dengan mempatenkan budaya Indonesia,
tetapi haruslah kita cari bagaimana sistem sosial budaya tersebut mampu atau
dapat menjadi sesuatu yang sakral sehingga sebagaimana yang dikatakan oleh
Emile Durkheim sistem sosial budaya tersebut mampu menimbulkan solidaritas,
integrasi dan rasa memiliki terhadap sistem sosial budaya tersebut sehingga
dirasakan adanya rasa ketergantungan dan rasa memiliki anggota-anggota dari masyarakat terhadap ke
sakralkan tersebut. Ini bergayut pada keharusan kita melaukukan “ritual” dari
sistem sosial budaya tersebut sebagai suatu yang sakral, menciptakan
ketergantungan dan solidaritas sosial.
Sebenarnya teori tersebut
merupakan teori dari Emile Durkheim mengenai keberlanjutan suatu agama. Saya
sangat terinspirasi dengan pembelajaran sosiologi agama, termasuk teori-teori
para sosiolog dalam sosiologi agama.
Sistem sosial budaya itu
dapat diibaratkan suatu agama, jika tidak dilakukan dapat menimbulkan rasa
bersalah bagi pemeluknya dan mempengaruhi si pemeluk dalam dinamika sosial
kemasyarakatan. Kesakralan dan ritual tersebut baru berarti apabila diakui oleh
anggota masyarakat lain, begitu pula sistem sosial budaya Indonesia.
Perlu juga kita sadari dan
lakukan, bahwa dalam pelestarian sistem sosial budaya Indonesia itu perlulah
dilakukan proses “pilih-pilih-buang”. Dalam artian membuang atau menghapuskan
nilai atau norma dalam sistem sosial budaya Indonesia yang menghambat
pembangunan, pemberdayaan dan mempengaruhi keterbelakangan mentalitas bangsa
dan negara Indonesia, sebagaimana yang dilakukan secara berani oleh Bangsa
Jepang demi kemajuan bangsa dan negaranya (Silahkan baca buku Koentjaraningrat
judulnya “Mentalitas Bangsa Indonesia”). Ini dapat memperkokoh dan memperkuat
keyakinan kebangsaan dan bernegara karena secara nyata inilah yang disebut
sebagai kesadaran sosial dalam upaya mengukuhkan dan memperkuat eksistensi masyarakat Indonesia.
Selain itu, terus menerus untuk
melaksanakan tradisi yang mendukung kemajuan bangsa seperti hidup sederhana,
hemat, gotong-royong dan tolong menolong dalam kebenaran.
Kita tidak memiliki strategi kebudayaan sehingga
permasalahan pokok pun mudah saja mengobati. Ke depannya harus ada
strategi kebudayaan. Kita
belum mempunyai kebudayaan komprehensif yang mengakibatkan nilai-nilai luhur
tidak ada. Maka sangat penting dan sungguh merupakan hal yag urgen
(mendesak) untuk menerapkan strategi efektif internalisasi budaya dalam
kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Dan akhirnya sikap dan perilaku optimis dan optimisme
untuk menjadi lebih baik untuk bangsa dan negara Indonesia dapat menjadi pemacu
individu dan kelompok dari keberagaman bangsa Indonesia untuk mewujudkan Bangsa dan
Negara Indonesia yang maju, adli dan beradap di hadapan dunia dan terutama di hadapan Tuhan Yang Maha
Esa.
Sumber :
http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/19/sistem-sosial-budaya-indonesia-di-era-globalisasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar